Minggu, 15 Juli 2012

Sholat di Masjid Syiah (Sebuah Pengalaman)


Abu Dhabi menjelang siang, cuaca panas yang memanggang memaksa saya untuk segera mencari tempat teduh, segala puji bagi Tuhan semesta alam, panggilan adzan berkumandang mengingatkan kepada segenap kaum muslimin agar segera menghadap Dia yang maha gagah perkasa.

Sebagai TKI anyar  yang sering kesasar, saya hanya bertawakal kepada sebuah tempat yang telah saya hapal, dari sana saya baru mencari jalan pulang ke tempat kost, nah, berhubung sudah masuk waktu sholat saya pun mencari masjid terdekat.

Terlihat sebuah masjid mungil di tengah taman, bentuknya seperti masjid kebanyakan timur tengah, saya  pun segera melangkah menuju masjid, dari depan masjid mulai terlihat ” keanehan ” tumpukan batu-batu kecil nampak di depan pintu masuk.

Orang-orang yang mau masuk masjid pasti mengambil satu batu ( tanah yang sudah di keringkan ) timbul pertanyaan dalam hati, buat apa tanah-tanah itu?

Pertanyaan itu terjawab ketika saya sudah masuk masjid, ternyata tanah itu di letakan di atas sajadah, jika mereka sujud maka kening mereka menyentuh tanah kering itu, Terkuak sudah bahwa saya telah ” salah ” masuk masjid, ini bukan masjid Sunni di mana saya sendiri adalah pengikutnya.

Apakah saya di usir karena saya tidak membawa batu?  ternyata tidak, saya melihat para jamaah cuek saja dengan kehadiran saya, dan yang menjadi persoalan ada gerakan sholat mereka yang agak berbeda dengan sholat-sholat kebanyakan kita.

Tulisan ini tidak akan membahas persoalan perbedaan itu, saya hanya ingin menyoroti sikap para jamaah syiah. Pertama mereka tidak marah dengan kehadiran seorang sunni seperti saya. Kedua, ternyata Abu Dhabi juga mengakui keberadaan Syiah. Ketiga, kebanyakan jamaah  berasal dari Pakistan.

Tentang yang pertama, mengapa jamaah itu tidak marah kepada saya? seringkali kita mendengar cerita-cerita negatif tentang sebuah aliran hanya berasal dari buku, padahal kita semua telah sepakat banyak niat orang menulis buku, ada yang memang tulus berbagi ilmu tapi ada juga yang culas, mereka membuat buku sebagai alat propaganda. Nah, termasuk di dalam kategori buku-buku propaganda adalah buku yang menjelek-jelekan agama atau keyakinan tertentu. Buku yang membahas tentang bahayanya Syiah dan bahayanya wahabi misalnya.

Kedua, mengapa Abu Dhabi menerima kehadiran Syiah? teman-temanku yang baik, sama dengan Dubai warga Abu Dhabi kebanyakan adalah pendatang, mereka berasal dari banyak negara terutama dari India, Pakistan, Filipina, Bangla, dll…

Eloknya Abu Dhabi,  mereka tidak pernah melarang warga-warga pendatang itu beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaanya, jadi enggak usah heran walau pun aliran resmi pemerintah adalah Sunni tapi mereka tidak pernah menghalangi kaum syiah untuk beribadah. warganya juga menerima kok, tidak ada gesekan antar penganut kepercayaan karena meyakini agama adalah persoalan pribadi masing-masing, mengapa repot-repot  mengurusi keyakinan orang lain,  kayak enggak ada kerjaan lain aja?

Ketiga, mengapa jamaah masjid Syiah kebanyakan berasal dari Pakistan? di Pakistan jumlah kaum Syiah lumayan banyak tidak seperti di Abu habi di mana mereka bisa hidup dengan tentram, di Pakistan sono mereka selalu berkelahi dengan sunni.

Enggak aneh kalo di pakistan ada yang merenggang nyawa hanya karena ribut persoalan sunni dan syiah, sebuah kondisi yang sangat-sangat mengecewakan. Di saat generasi muda Islam seharusnya sudah mendiskusikan tentang  ekonomi Islam, tentang pendidikan Islam, eh, enggak tahunya saudara-saudara kita masih bunuh-bunuhan hanya karena perbedaan sunni dan syiah.

Seusai sholat saya segera keluar, masih ada rasa gimana gitu, tapi setelah ke sini-sini saya makin menyadari bahwa perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan.

Dubai, di saat hati risau melihat pertikaian di Sampang…


   

Tidak ada komentar:

Posting Komentar