Badai selalu mendatangkan prahara termasuk di dalamnya badai reformasi yang melanda negara negara Arab. Dulu, siapa yang menyangka jika seorang Khadavi dapat terjungkal di Libya demikian juga dengan Mubarak, siapa yang berani memprediksi kalo tokoh ini akhirnya masuk bui?
Beberapa tahun yang silam kedua tokoh ini pernah berkunjung ke Uni Emirat Arab, waktu itu mereka masih jaya jayanya, sebagai tuan rumah yang baik para pemimpin Uni Emirat Arab pun menyambut mereka dengan ramah, tampak sekali aura persahabatan di antara mereka.
Tapi sejak badai itu datang tidak sedikit pemimpin Arab yang memilih menyelamatkan diri sendiri, bahkan mereka tidak segan segan berkongsi dengan para oposisi untuk menggulingkan pemimpin yang memang terlihat keji.
Dampaknya sudah kita saksikan bersama, para” ketua suku Arab” yang dulunya begitu digjaya di paksa mundur, rela atau tidak rela. Terlalu lama berkuasa akan membuat orang bebal, itulah yang terjadi pada dua sosok ini. Mereka merasa masih berhak atas kursi ”panas” kekuasaan.
Karena itu mana mau mereka mengundurkan diri, akhirnya terjadilah krisis politik yang berkepanjangan di lanjutkan dengan saling menembakan senjata, siapa yang menjadi korban kalo sudah begini?. Ongkos revolusi memang tidak murah.
Ratusan bahkan ribuan nyawa harus melayang untuk membayar ongkos revolusi. Pertanyaanya, apakah setelah semua huru hara ini selesai, keadaan di kedua negara tersebut akan semakin baik? Sampai saat ini Libya masih terseok seok, potensi konflik masih tinggi. Karena terlalu banyaknya kepentingan yang bermain di sana.
Begitu juga Mesir, walau sukses menjalankan pemilihan umum pertama ba’da era Mubarak kondisi negeri ini masih belum terlalu menggembirakan. Persoalan ekonomi akan menjadi tugas berat para pemimpin Mesir berikutnya. Apalagi jumlah pengangguran masih sangat tinggi.
Saya belum tahu apakah ”ketua suku” Suria, Mr. Assad akan menyusul Khadavi dan Mubarak, tanda tandaya sudah ada di mana keadaan di Suria sekarang mirip mirip dengan apa yang terjadi di Libya . Di Guncang konflik politik kemudian terjadi serangkaian drama berdarah dan akhirnya pasukan dari berbagai negara pun menyerbu masuk.
Namun Suria punya Rusia, kedua negara ini boleh di kata sangat seiya sekata, hal inilah yang membuat negara negara barat agak gimana jika mau menyerang Suria walau pun ”ketua suku” Qatar udah mencak mencak di berbagai forum agar para pemimpin Arab plus sekutu mereka segera mengambil tindakan keras terhadap Suria.
Badai reformasi di negeri negeri Arab tampaknya baru akan reda jika para ”ketua suku” Arab yang dzolim sudah terhempas dari kursi empuk mereka. Bagaimana dengan negeri negeri Arab yang di pimpin oleh raja, apakah nasib mereka juga akan menyusul Khadavi dan Mubarak?
Sepanjang yang saya ketahui, hanya Bahrain yang agak sedikit ”goyang” tapi sekarang sekarang ini kondisi politik di Bahrain sudah semakin baik. Sedangkan negeri negeri tetangganya seperti Kuwait, KSA, UEA, Oman, Qatar, boleh di katakan stabil dan meyakinkan.
Mengapa negeri negeri ini dapat stabil dan adem? Karena para raja mereka berhasil meredam rakyatnya dengan berbagai kesejahteraan. Perut yang lapar gampang di sulut amarah sedangkan perut yang kenyang membuat rakyat akan tidak mudah bergejolak.
Perut perut kosonglah yang membuat rakyat rakyat di Arab bersatu padu menyusun barisan guna menghantam pemimpinnya yang lupa akan hak hak rakyatnya…
Dulu, bertahun tahun yang silam Khadavi dan Mubarak pernah berkunjung ke Uni Emirat Arab, saat itu tidak ada satu pun pengamat politik yang berani meramal kalo nasib keduanya akan menjadi tragis. Itulah dunia dengan segala pernak perniknya.
Satu saat berkuasa di puja puja saat berikutnya di hina dan terkucil dalam bilik penjara, di satu saat begitu perkasa dan digjaya di saat berikutnya mati dalam kedaaan yang mengenaskan. Tidak ada yang abadi di dunia ini. Yang abadi hanyalah Tuhan sang penguasa jagat raya.
Sebuah catatan pagi. Mubarak dan Sheikh Mohammed.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar