Mempertanyakan Tobatnya Seorang Fundamentalis

Sejak masuk kerja sampai pulang kerja saya asyik membaca tulisan seorang kompasianer yang bernama mas Katrokelana, dia  menceritakan kisah kisah heroiknya ketika masih jadi mahasiswa dan masih bergabung dengan sebuah pesantren akhlak dekat kampusnya.

Terus terang ceritanya mengingatkan saya akan keberadaan sebuah pesantren di geger kalong Girang , Bandung, kebetulan emang ada sebuah kampus yang lokasinya enggak terlalu jauh dari pesantren itu.  Di sebutkan juga kalo mas katro biasa menangis ketika berdoa, hal inilah  yang membuat saya yakin kalo pesantren itulah yang di maksud oleh sang penulis tobatnya seorang Islam Fundamentalis.

Kemudian sang penulis melanjutkan ceritanya tentang razia besar besaran pada lokasi kokasi perjudian yang ada di pelosok kota. Razia itu  di lakukan oleh para santri dan jamaah pesantren. Klop deh, pesantren di geger kalong itu emang pernah melakukan razia kepada bandar bandar judi.

” Setelah kejadian itu kota pun menjadi gempar……dst

Ada beberapa poin  yang ingin saya soroti dari tulisan mas katro,  pertama masalah penggunaan istilah Islam Fundamentalis, sebenarnya makhluk macam apakah Islam Fundamentalis itu? Karena sang penulis mengaku sebagai muslim liberal maka saya akan mengutip dari tokoh liberal juga dalam mencari  arti Islam Fundamentalis.

Cak Nur sebagai salah seorang tokoh liberal, menjelaskan,  ”Penggunaan perkataan ”fundamentalisme”  lebih lebih lagi kurang tepat untuk gejala Islam, karena perkataan ini muncul di Amerika pada kalangan kaum Kristen sekitar tahun 1920-an dengan ciri ciri anti-intelektual dan anti ilmu, menolak keras teori ilmiah mutakhir saat itu.Terhadap teori darwin misalnya, kaum fundamentalis Kristen menolaknya sebagai teori yang sesat,” ( Pintu pintu menuju Tuhan, Paramadina)

Dari penjelasan cak Nur ini jelas sekali istilah Islam Fundamentalis yang di gunakan mas katrokelana sudah tidak tepat, saya kurang tahu dari mana mas katro mengambil istilah Islam Fundamentalis? Bisa jadi mas katro akan mengatakan tidak ada larangan bagi kita untuk menggunakan berbagai macam istilah, ok, emang enggak ada larangan tapi alangkah bijaknya kalo mau menggunakan istilah tertentu apalagi yang  berkaitan dengan agama Islam, mboklah di pikir pikir dulu.

Mengapa harus di pikir pikir dahulu? karena takutnya kita hanya ikut ikutan barat, kalo orang barat mengatakan A kita juga akan mengatakan A. Kalo orang barat mengatakan B maka kita akan berjamaah mengatakan B. Pada kemana sikap kritisnya ya, katanya ciri orang liberal itu kritis?

Menurut Ibnu khaldun, peradaban yang kalah punya kecenderungan untuk meniru peradaban yang menang. saat ini harus kita akui dengan lapang dada bahwa peradaban baratlah yang menang, jadi kalo mas katro juga niru niru barat dalam penggunaan istilah Islam fundamentalis, saya enggak kaget. Wong emang sedang terpukau dengan barat kok. Nanti ada yang nyeletuk, sampeyan juga dalam tulisannya menggunakan kata Islam liberal? Kalo soal itu saya akui, saya emang ikut ikutan JIL( Jaringan Islam Liberal) hihihihi. Kan Ceritanya saya Tobat dari Islam Liberal jadi mau enggak mau saya harus menggunakan istilah Islam Liberal, kalo sekarang,  saya memahami Islam itu ya Islam tampa embel embel.

Poin kedua yang ingin saya soroti adalah tentang cerita santri dan jamaah yang menyerbu sarang judi, mas katro menggunakan istilah  razia, yang ingin saya tanyakan, apakah gara gara melakukan tindakan nahi mungkar itu mereka  dapat di kategorikan sebagai golongan Islam Fundamentalis? Sedangkan penggunaan istilah Islam Fundamentalis sendiri  saja sudah kurang tepat, jika kita merujuk penjelasan cak Nur.

Sepengetahuan saya, santri santri pesantren itu malah terkenal sebagai santri yang santun santun, Bagaimana mungkin mereka terkategori Islam Fundamentalis ? Para santri itu juga telah membuat sepanjang jalan Geger Kalong Girang jadi bersih dari sampah. Gara gara itulah pemerintah pernah memberikan penghargaan berkaitan dengan bersihnya lingkungan di sekitar pesantren.

Karenanya  kembali saya ingin bertanya sama mas katro, apa yang menjadi alasan mas, memasukan santri dan para jamaah pesantren itu kedalam golongan Islam Fundamentalis?

Poin ketiganya adalah, penggunaan kata pesantren radikal, saya kutip tulisan mas Katro,” Setelah kejadian tersebut kota pun menjadi gempar, Pesantren kami di sorot sebagai pesantren radikal” . Sejak kapan ada istilah  pesantren radikal? setahu saya paling juga ada pesantren Qur’an, pesantren kilat dan pesantren khusus putri.

Sekali lagi mas katro bisa saja berkilah, tidak ada larangan bagi kita untuk memberikan istilah, kalo gitu jawabannya, marilah kita kembali merujuk Ibnu Khaldun, orang orang dari peradaban yang kalah biasanya akan meniru orang orang dari peradaban yang menang. Apa saja yang mereka tiru?

Semuanya, mulai dari gaya hidup, termasuk di dalamnya cara bergaul,  cara berpakaian, cara ngomong dengan orang tua hihihi,  kan, sekarang udah mulai banyak  tuh, anak anak muda yang enggak sopan banget dengan orang tuanya.

Ala kulli Haal, itu dululah poin poin yang ingin saya tanyakan kepada mas katro, Kalo  pesantren yang dalam tulisan  mas itu memang bener pesantren yang ada di Geger kalong Girang, maka setidaknya kita seperguruan,  karena saya juga pernah mengaji di sana dan sempat juga ikutan menangis ketika sang kyai membacakan doa. Bagaimana kalo pesantrennya salah? hihihi kalo itu yang terjadi, maafkanlah ke sok tahuan saya.  Tapi saya tetap menunggu konfirmasi dari mas katro tentang nama pesantren itu.

Salam salaman mas. Apapun pemahaman kita tentang Islam, semoga tidak membuat kita saling bermusuhan.