Kisah Sarjana Yang Malang

Tinggal di daerah yang banyak gangnya memang memiliki keasyikan tersendiri, karena bising kendaraan tidak terlalu terasa beda lagi kalo kita tinggal di pinggir jalan pasti aja telinga kita terganggu oleh bisingnya kendaraan yang lalu lalang.

Tetangga saya kebanyakan adalah pedagang, ada yang jualan nasi goreng, kupat tahu dan lain lain, mereka biasanya hilang dari rumah ketika pagi hingga menjelang petang, praktis siang hari hanya ada suara perempuan dan tawa ceria anak anak kecil yang bermain di gang gang yang sempit.

Dengan demikian kehadiran para laki laki dewasa akan sangat mencolok mata, jika ada laki laki dewasa yang masih beredar di sekitaran gang padahal hari masih siang maka dapat di tebak mereka adalah kaum pengangguran. Dulu, mungkin banyak yang mengangap rerata pengangguran adalah jebolan SMA namun kini pendulum sudah bergeser sedikit.

Sekarang ini tidak sedikit sarjana yang harus melewati sebuah etafe paling ”menyakitkan” dalam hidup mereka yaitu menjadi seorang pengangguran. Kalo cuma tamat SMA mungkin mereka  bisa berkata,”ah, saya mah cuma tamatan SMA  kalo pun sekarang nganggur enggak terlalu bikin malu” . Walau pun tetep harga diri tercabik cabik. Kita ini orang melayu di mana kehormatan seorang laki laki di ukur dari bagaimana dia dapat hidup mandiri serta menafkahi keluarganya jika sudah menikah.

Kalo saya perhatikan, mereka para sarjana yang nganggur itu bukanlah orang orang yang pemalas, baiklah ya, saya mau bercerita tentang salah seorang dari mereka. Sebut saja namanya Aang, dia adalah alumni sebuah perguruan tinggi terkemuka di Bandung.

Dia mengambil jurusan matematika, dari sini udah kelihatan dong kalo dia orang yang cerdas.  Orangnya ramah, gaul, dan suka menolong. Kalo di masjid ada acara acara tertentu seperti maulid nabi maka dia akan menjadi orang pertama seksi sibuk sibuk.


Saya berharap anak saya kelak menjadi seorang sarjana yang tangguh. dok pribadi
Karena masjid  dekat rumah saya terletak dalam gang jadi ukurannya tidak terlalu besar, untuk menampung sebagian jamaah kadang pihak masjid menyediakan kursi plastik. Resikonya kalo turun hujan para jamaah tersebut akan basah kuyup makanya di pasang terpal di atasnya.

Dia juga membersihkan karpet, jendela dan kusen masjid. Pokoknya untuk persoalan bebersih dia adalah juara nomor satu di dunia. Sayang sekali walau pun cerdas, rajin menolong, ramah, baik hati tapi dia masih menjadi seorang pengangguran.

Pernah saya melihat dia sedang mengaduk semen, ya Ampun ternyata dia jadi kuli bangunan, waktu itu seorang tetangga sedang memperbaiki rumah. Seorang sarjana harus merelakan ”gengsinya” demi rupiah yang jumlahnya tidak seberapa.

Orang tuanya memang bukan orang kaya, tapi tidak terlalu kekurangan, masih adalah buat keperluan sehari hari. yang saya salut dari dia adalah orangnya sudah tidak lagi mementingkan gengsi. Kerja apa saja di ambil sepanjang halal dan toyyib.

Setelah saya jadi TKI saya tidak terlalu mengikuti perkembangan kang Aang, semoga sekarang dia mendapatkan pekerjaan yang dia sukai.

Hidup akan semakin sulit tapi percayalah kita enggak menderita sendirian. Mungkin pada saat saat tertentu kita merasa bahwa kitalah orang yang paling menderita di dunia ini. Sahabatku yang budiman, anda salah kalo berfikir seperti itu.

Tengoklah negara negara Afrika, kebanyakan rakyatnya masih hidup di bawah garis kemiskinan, mungkin mereka juga hidup dalam bayang bayang kematian akibat kisruh politik yang tak  berkesudahan. Lihatlah juga nasib rakyat Palestina, Syria, Irak dan Afganistan.

Seandainya anda sedang di belit penderitaan saat ini, ketahuilah anda tidak sendirian. Tugas kita adalah menyempurnakan ikhtiar setelah itu kita serahkan semuanya kepada Tuhan semesta Alam.